Komunitas Honda Kalbar Mendalami Materi Basic Life Support

Isa Oktaviani
By -
0

Komunitas Honda Kalbar Mendalami Materi Basic Life Support 

Pontianak. Kejadian gawat darurat seperti serangan jantung mendadak dan kecelakaan berpotensi terjadi di mana saja. Orang terdekat korban lah yang bisa menjadi penolong pertama.
Untuk itu, kertampilan basic life support (BLS) seharusnya dimiliki setiap orang. Pelatihan BLS kembali dihelat oleh Astra Motor Pontianak pada Minggu (17/11) yang bertempat di Main Dealer Training Centre (MDTC), Kubu Raya dimana dalam rangkaian pembekalan persiapan #Cari_aman Gas Touring Honda Bikers Day Nasional yang akan di laksanakan pada tanggal 30 November 2019 yang berlokasi Lapangan Jendral Sudirman Ambarawa, Jawa Tengah.



Acara ini dilaksanakan guna melatih member komunitas Honda dalam menanggulangi pertolongan pertama dalam kecelakaan berkendara saat touring. BLS kali ini diikuti puluhan  peserta dari perwakilan club yang ada di bawah naungan Paguyuban HWBC dengan mengundang Instruktur HIBGABI Kalbar ( Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia). Menurut Heru selaku instruktur, waktu sangat berharga bagi korban gawat darurat.
”Belum tentu yang tidak bernapas itu meninggal,” jelasnya. Jika orang sekitarnya bisa menolong dengan BLS, korban dapat bernapas lagi.

Lima hingga sepuluh menit pertama saat pasien mulai tidak bernapas dan kehilangan denyut nadinya merupakan fase yang tepat dilakukan pertolongan BLS.
Namun, pertolongan tersebut harus dilakukan dengan tepat. BLS bisa dilakukan dengan memberikan pijat jantung dan napas buatan.


Sejumlah peserta yang berasal dari perwakilan komunitas Honda ini tampak antusias selama mengikuti kegiatan Basic Life Support.  “Ini merupakan kegiatan yang menarik, kita pelajaran baru berkenaan pertolongan pertama yang kita harus lakukan apabila menenukan korban secara mendadak.“ Ungkap Eko selaku member Revo Club.

Lalu, seperti apa penanganan basic life support ini?

Menurut seorang dokter senior di RSUD Dr Soetomo Surabaya yang selama bertahun-tahun bekerja di bagian kegawatdaruratan dan terbiasa menangani kondisi emergency yang mengancam nyawa. 
Salah satu statementnya bahwa penanganan emergency itu bukan hanya monopoli rumah sakit besar alias hanya bisa dilakukan pihak rumah sakit. Namun, orang awam pun seharusnya memahami penanganan emergency ini.

Pasalnya, namanya kondisi kegawatan bisa terjadi di mana saja, kapan saja dan bisa mengenai siapa saja. Karena itu, semua orang harus bisa menolong. Seperti halnya korban kecelakaan, orang yang tersedak maupun orang tenggelam.

"Walau sifatnya pertolongan awal, itu menentukan nasib korban. Benar nanti dibawa ke rumah sakit, tetapi ditolong agar hidup dulu," ujarnya.

Dia mencontohkan, ketika ada orang mendadak terkena serangan jantung atau stroke di rumah, secara teoritis sebenarnya masih bisa ditolong dan tidak menyebabkan kematian. 

Bila orangnya tidak sadar dan tidak bernafas, bisa dipijat jantung. Sembari menunggu tim medis datang, bisa dipijat dada. Sementara bila bernafas dan jantung masih detak, korban diposisikan dangak.

Begitu juga bila ada orang yang karena saking semangatnya makan bakso, kemudian tersedak bakso/pentol dan kesulitan bernafas, kita bisa melakukan pertolongan emergency dengan memukul di bagian punggungnya. Begitu juga ketika ada orang yang tenggelam, semestinya bisa ditolong.

Ironisnya, di Indonesia, karena masyarakatnya masih minimnya penguasaan ilmu penanganan kegawatdaruratan tersebut, kebanyakan orang yang mengalami situasi gawat darurat tersebut tidak tertolong (meninggal) karena ketidakmampuan orang-orang di sekitarnya untuk melakukan pertolongan awal.

Ada banyak orang mati mendadak di luar rumah sakit 

Kondisi itu berbeda dengan di luar negeri sana. Ada lebih banyak orang yang bisa melakukan pertolongan awal karena menguasai ilmu basic life support (BLS). Bahwa siapapun bisa menolong ketika ada insiden mendadak yang mengancam jiwa.

Tidak hanya teori, di luar negeri seperti di Amerika Serikat maupun di beberapa negara Eropa, orang awam memang bisa melakukan BLS. Sebab, mereka pernah mengikuti pelatihan penanganan emegergency tersebut. Pasalnya, di Amerika maupun di Eropa seperti di Swedia, Norwegia, ketika warganya mengambil SIM ataupun KTP, disyaratkan untuk memiliki sertifikat basic life support.

Sebenarnya, mengapa penting bagi orang awam untuk menguasai ilmu basic life support ini?

Saya lantas tercenung dengan jawaban pak dokter tersebut. Jawaban yang membuat saya lantas tergugah untuk ikut mempelajari basic life support ini. 

Menurutnya, kondisi mati mendadak di luar rumah sakit mencapai 64 persen lebih banyak daripada di dalam rumah sakit. Karena itu, siapapun orang awam, semestinya bisa menolong.

Bila dalam sistem perumah sakitan itu namanya code blue. Kalau ingin menolong, teriak code blue. Semua orang bisa membantu, semisal telpon ambulance ada code blue di lokasi A. Siapapun mestinya bisa. Penanganan code blue di rumah sakit di sini tidak jauh beda dengan di luar negeri. Aturan di rumah sakit, bahwa semua orang di rumah sakit harus mampu mengerti pertolongan pertama.

Semisal bila mendapati ada kejadian kegawatdaruratan di dekat kantin di rumah sakit, ada yang teriak code blue, juga ada yang segera menelpon contact center code blue di rumah sakit. "Bilang begitu saja semua orang sudah tahu ada kejadian emergency yang segera perlu pertolongan. Nah, sembari menunggu petugas, orang yang menjumpai korban ini memberikan pertolongan lebih dulu," jelasnya.

Mengajak masyarakat agar paham BLS

Sebenarnya, sejak beberapa tahun lalu, sudah muncul inisiatif untuk mengedukasi orang awam perihal penanganan emergency. Dokter yang saya wawancara tersebut mengisahkan, sekira sejak dua dekade lalu, dia bersama tim dokter sudah aktif melakukan sosialisasi basic life support di berbagai daerah maupun instansi.

Mereka hadir di lebih dari 20 provinsi. Masuk ke pusat-pusat pendidikan, karang taruna, juga pondok pesantren. Bahwa orang awam dilatih supaya mengerti penanganan kondisi kegawatdaruratan. Mereka dibekali ilmu untuk menolong berbagai kondisi yang semestinya tidak menyebabkan kematian.

Sudah ada ribuan orang yang mendapatkan pelatihan pertolongan yang mengancam nyawa. Semua itu demi harapan sederhana: agar orang awam di Indonesia walaupun bukan dari kalangan medis, bisa melakukan pertolongan pertama dengan benar.

Hanya saja, entah apakah mereka yang mengikuti pelatihan tersebut, lantas membagikan dan menyebarkan ilmunya ke masyarakat. Atau malah ilmunya sekadar untuk dirinya sendiri.


Karenanya, setelah mewawancara pak dokter tersebut, saya bersemangat untuk membagikannya kepada lebih banyak orang. Siapa tahu, dengan membaca tulisan singkat ini, ada banyak orang yang lantas tergugah untuk membaca lebih banyak referensi perihal pentingnya penanganan situasi kegawadaruratan. Sehingga, akan ada lebih banyak orang awam yang mampu memberikan pertolongan basic life support ini. 

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)