Review Film Kolong Langit

Isa Oktaviani
By -
0


Judul       : Kolong Langit
Genre      : Rohani
Durasi     : 110 menit
Produser : Ferdianto dan Pohan
Pemeran :
1. Ryan Leonardo (Sony)
2. Indah Puspita Sari (Osh)
3. Verdi Solaiman (Frans)
4. Ferdianto (Bram)
5. Nguyen Kim Kematt (Jono)


"Menjadi tua itu pasti. Namun menjadi tua tanpa meninggalkan warisan berharga, itu tragis. Baik buruknya kehidupan yang kita jalani bukanlah dari seberapa banyak harta yang kita kumpulkan di bumi atau bagaimana cara kita mati. Akan tetapi, ditentukan oleh seberapa besar dampak yang kita berikan selama kita ada, berapa banyak kesempatan yang kita gunakan untuk membangun manusia lain. Itulah kehidupan yang sesungguhnya.

Review Film Kolong Langit. Sebuah kata mutiara yang dilontarkan Sony, tokoh utama dalam film Kolong Langit, sebuah karya sempurna yang menggelitik jiwa.
Kolong Langit memberikan aroma yang berbeda untuk menunjukkan betapa kita harus menerima perbedaan.

Sutradara dalam hal ini sangat apik dalam mengemas cerita. Tokoh Soni dimunculkan bak malaikat yang menolong siapa saja bahkan jadi teman curhat yang baik pula.

Sony mampu memberikan kesejukan dan kedamaian dari berbagai latar belakang, baik suku maupun agama serta status sosial. Ada kaya dan miskin, Islam maupun Kristen dan Budha, melebur dalam diri Soni, jadikan sahabat hingga saudara.

Jika melihatnya lebih dalam. Kisah sederhana yang ditampilkan dalam film ini ternyata kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Sangat dekat bahkan bisa kita alami setiap hari .

Hal-hal sederhana yang tampil sangat dekat dengan kita sehingga film ini mudah diterima. Banyak yang dapat dipetik dari kisah-kisah tersebut.

Misalnya saja, perihal bersyukur. Apapun keadaannya, kita harus terus bersyukur. Jangan mengeluh atas apa yang kita alami. Bersyukur, bersyukur dan bersyukur.

Lalu, kebiasaan kita menyalakan Tuhan. Dalam film ini, sosok Soni lagi-lagi dihadirkan untuk kita merenung sedikit. Bahwa apa yang terjadi bukanlah salah Tuhan. "Selama lu berfikir kalau Tuhan yang bertanggungjawab terhadap sesuatu yang terjadi dalam hidup lo, maka lo nggak akan dapat jawabannya. Manusia itu sendiri punya andil besar dalam menyebabkan segala sesuatu,"Begitu katanya. Ini menarik, karena dalam kehidupan sehari-hari, kita tak jarang menyalahkan Tuhan. Terjadi perselisihan atau perselingkuhan, dalihnya adalah "ah itu sudah diatur oleh yang di atas"

Tidak hanya soal itu, tapi yang paling menggelik adalah kisah pak pendeta. Dia yang selalu mengutamakan jemaatnya daripada istrinya sendiri. Bicara depan jemaat seakan-akan orang paling baik sedunia tapi dengan pasangan sendiri sering cekcok.

Hal ini juga terjadi pada kita. Biasanya tak jarang ingin tampil baik di depan umum ya bisa dikatakan pencitraanlah.  Semua ingin terlihat baik di depan orang lain. Ngomong seakan paling benar tapi pada praktik tidak begitu. Misalnya, di depan umum dia mengatakan kita harus saling mengasihi, jangan ada dendam, saling menyayangi satu sama lain. Tetapi, sampai di rumah, anak ditampar, pasangan dihajar tanpa ada alasan yang jelas atau bahkan para tentangga tak ditegur hanya gara-gara tidak dikasi pinjaman uang.

Jika kisah pencitraan ditampilkan dengan apik melalui tokoh pemuka agama. Lain lagi kisah yang percintaan dan itu juga sering terjadi. Putus cinta, hati siapa coba yang tak sakit. Apalagi menjelang hari pertunangan, tetapi malah dihianti. Diam-diam dia ada pujaan hati lain. Dunia terasa sempit, pandangan gelap. Hanya ada satu cara, kembali kepada-Nya sebelum waktunya. Ya, bunuh diri. Cara terbaik karena tak ada pengharapan.

Padahal, bunuh diri tidak dibenarkan oleh agama apapun.
Namun, perihal putus cinta dan bunuh diri, sosok Soni memberikan ramuan terindahnya. Kata demi kata terangkai dengan baik sehingga secara spontan kita sadar dan mengatakan "benar juga ya"

Tapi, dari semua kisah itu. Ada satu kisah yang paling menarik dari film ini. Perihal komunikasi. Sebagai mahluk sosial kita memang tak bisa sendiri dan tentunya butuh orang lain. Tapi, tak jarang karna komunikasi tak baik jadi hubungan pun memburuk.

Kita hanya mau didengar tanpa mau mendengarkan, kita merasa paling benar sediri. Kita hanya menuntut hak tanpa mau memberikan kewajiban. Terlebih lagi yang sedang menjamur saat ini adalah mengacuhkan orang sekitar demi handphone di tangan. Orang bicara kita sibuk main handphone tak peduli kumpul keluarga, kumpul komunitas atau sedang diskusi berdua. Pokoknya satu menitpun handphone ini tak boleh hilang dari genggaman.

Ia telah mengambil waktu kebersamaan kita. Sulit sekali jika tak main handphone. Dalih ingin berjumpa agar semakin dekat dan hubungan semakin erat padahal sibuk dengan handphone masing-masing. Apalagi jika hal ini sampai dialami keluarga maka hubungan tak lagi nyaman karena semua sibuk dengan dunia xmasing-masing. Boro-boro lah mau harmonis, bicara banyak hal saja sudah karena fokus cuma satu 'handphone'

Lagi-lagi film ini memberikan teguran keras agar kita terus menjaga komunikasi yang baik. Paham akan hak dan kewajiban masing-masing. Saling memberi satu sama lain. Ketika menyaksikan film ini, hatiku cukup rapuh, dengan sendunya air mata mengalir kala menyaksikan kisah-kisah yang memilukan.

Dari kepingan kisah-kisah yang dibungkus dengan sempurna tersebut, ada pesan khusus yang ingin disampaikan.
Mengasihi dan tolong menolong dilakukan kepada siapa saja. Tak peduli agamamu apa, tak peduli suku mu apa, tak peduli latarbelakang keluarga mu bagaimana, kaya atau miskin sama saja. Yang ku tau, kita saudara. Kita adalah keluarga. Makna terdalam yang merasuki jiwa.

Kita yang biasanya hanya peduli kepada mereka karena agama maupun suku sama. Merasa sulit untuk memberikan belas kasih karena dia beda agama atau suku. Bahkan lebih parah lagi, kita malah berkeinginan untuk menyeragamkan, jika tidak maka mereka yang beda harus dimusnahkan. Maka terjadilah persekusi, intoleransi dan penyerangan terhadap suatu golongan.

Padahal, kita adalah sama. Kita adalah keluarga. Kita adalah satu.
Bukankah damai itu indah. Menolong tak harus memandang warna. Menolong itu iklas dan tulus kepada siapa saja yang membutuhkan. Tidak hanya kepada sesama saudara kita sesama agama A atau agama B.

Film ini sangat bagus ditonton terutama bagi kita yang masih pilih-pilih berteman, pilih-pilih dalam mengasihi dan menolong. Sangat dianjurkan untuk kita yang sulit bergaul dan menjalin persaudaraan dengan yang berbeda dengan kita.
Dan yang pasti juga untuk para pejuang keberagaman.

Meski audionya ada beberapa bagian kurang bagus dan juga beberapa adegan membosankan tetapi film yang sarat makna dan dekat dengan kehidupan sehari-hari ini wajib kita saksikan bersama.

Nonton film ini seakan menyaksikan hidup sehari-hari yang divisualkan.

#day26


Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)