Virus Corona dan Kepanikan Masyarakat Indonesia

Isa Oktaviani
By -
0

Virus Corona dan Kepanikan Masyarakat Indonesia


Ketika banyak negara mengidentifikasi masyarakatnya terjangkit virus corona, warga negara Indonesia justru santuy dan tak jarang menjadikan itu lelucon misalnya dengan meme menyamakan corona dengan isi dompet (baca: merana) atau banyak yang bilang corona takut ke Indonesia karena sistem administrasi yang berbelit atau takut dengan ke-santuy-an warga +62 yang memang menjadi negara tersantuy di seluruh dunia. Alasan lain corona dibilang takut masuk Indonesia adalah karena masyarakat Indonesia terbiasa mengkonsumsi boraks, plastik dan bahan makanan berbahaya lain. Lelucon itu hadir ketika WHO dan beberapa peneliti tidak percaya Indonesia tidak terjangkit virus mematikan itu. WHO dan para peneliti bukan tanpa alasan, mereka heran Indonesia tidak tertular padahal sangat rentan, melihat secara geografis Indonesia tidak jauh dengan negara Cina, dimana virus itu berasal. Lagi, Indonesia sangat banyak memiliki perbatasan dengan negara lain dan menjadi lalu lintas dari berbagai negara.

sumber: google.id


Namun, bercandaan dan santuynya masyarakat Indonesia ini sontak berubah, mulai dari dunia maya hingga dunia nyata ketika awal Maret 2020 presiden Jokowi mengumumkan dua orang WNI terjangkit virus corona. Dari yang semula takabur dan seakan tidak takut keburu panik karena pernyataan resmi dari orang nomor satu negara ter-santuy ini. Bentuk kepanikan itupun sangat beragam, belum 24 jam pengumuman, semua warga di seluruh penjuru negeri mulai memborong masker, pencuci tangan hingga makanan pokok dan susu bayi. Bahkan, karena terlalu panik, harga maskerpun melambung tinggi dan langka.

Dari sikap yang santuy berubah lupa akan kemanusiaan tampak jelas ketika virus corona mulai memasuki wilayah NKRI. Entah, apakah ada rasa kemanusiaan atau tidak karena justru di saat kritis seperti itu dimanfaatkan untuk berbisnis. Ketika negara lain membagikan masker gratis, tapi kita justru memborong dan menjualnya dengan harga mahal. Tak kalah menarik, polisi yang menyita masker-masker itu akhirnya menjual juga masker tersebut meski dengan harga normal. Ketika musibah datang, di situlah rasa kemanusiaan kita benar-benar diuji. Sejauh mana kita saling peduli atau justru mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain.

Virus corona masih berkembang, masih banyak yang khawatir bahkan tak mengizinkan anak mereka keluar kecuali ke sekolah. Semoga kita tetap menjaga kesehatan dan mengutamakan rasa kekeluargaan meski harus berhadapan dengan maut.


Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)