Hari Pancasila dan Sultan Hamid II yang Dilupakan

Isa Oktaviani
By -
0

Hari Pancasila dan Sultan Hamid II yang Dilupakan


Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila, lambang negara Indonesia. Nilai Pancasila inilah yang dijadikan panutan bagi setiap warga negara Indonesia yang berbeda - beda suku dan agama untuk saling menghargai dan menerima satu sama lain. Setiap tanggal 1 Juni juga kita diajak kembali merefleksikan nilai Pancasila ini di negeri yang mulai luntur nilainya. Kita semua masih terus berusaha untuk merepresentasikan nilai Pancasila di kehidupan sehari - hari. Kali ini, aku tidak akan menulis apa yang harus kita lakukan untuk merepresentasikan nilai Pancasila tetapi mengulik sosok yang dilupakan, dia adalah perancang Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia.


Beliau adalah Sultan Hamid II, dari kesultanan Pontianak, Kalimantan Barat yang namanya juga diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Pontianak. Tapi, di nasional, nama Sultan Hamid II seolah tidak pernah diperbincangkan padahal beliau inilah sosok perancang Garuda Indonesia. Saya sendiri baru mengenal beliau pada tahun 2017, saat itu saya dan tim sedang membuat liputan khusus untuk Majalah Kampus yang membahas kiprah dr. Soedarso di Kalimantan Barat, termasuk menjadi Rektor pertama di kampus kami, Universitas Tanjungpura.

Saya berkesempatan wawancara langsung dengan asisten Sultan Hamid II, Alm. Bapak Max. Beliau menceritakan banyak hal tentang Sultan Hamid II termasuk peran Sultan Hamid II dalam merancang lambang negara. Namun, hingga saat ini, nama Sultan Hamid II memang jarang terdengar di publik padahal kiprahnya sangatlah besar di negeri ini. Meski begitu, beliau tidak pernah menuntut untuk dihargai maupun diangkat selalu oleh negara. Terima kasih Sultan Hamid II, meski namamu tidak didengar, tapi kita bisa terus menikmati karya legendaris itu.


Sedikit sejarah Lambang Garuda Indonesia

Pada 10 Januari 1950, dibentuk panitia teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantara, M,A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia tersebut bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku Bung Hatta Menjawab untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono menyampaikan sayembara.

Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yakni Sultan Hamid II dan M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakan pengaruh Jepang.

Tiga kali penyempurnaan 
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif dilakukan antara Sultan Hamid, Presiden RIS Sukarno, dan Perdana Menteri Moh. Hatta untuk penyempurnaan. Mereka sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda. Semula adalah pita merah diganti pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika". Pada 8 Februari 1950, rancangan lambang negara Sultan Hamid diajukan kepada Presiden Sukarno. Namun, rancangan tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk mempertimbangkan kembali.

Setelah selesai diperbaiki kemudian diajukan ke Sukarno dan diserahkan kepada kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai Perdana Menteri. Rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya pada Sidang Kabinet RIS yang berlangsung 11 Februari 1950. Ketika itu kepala Rajawali Garuda Pancasila masih gundul dan tidak berjabul. Kemudian Presiden Sukarno memperkenalkan untuk pertama kalina lambang negara kepada khalayak ramai pada 15 Februari 1950 di Hotel Des Indes Jakarta. Sukarno terus menyempurnakan bentuk Garuda. Pada 20 Maret 1950, Sukarno memerintahkan pelukis istana Dullah untuk melukis kembali rancangan tersebut.




Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)