sumber gambar : google.com
“Saya
tahu tidak ada orang-orang hebat kecuali mereka yang memiliki pengabdian besar
pada kemanusiaan” begitu dikatakan oleh
salah satu Filsuf Perancis, Voltaire.
Orang hebat adalah dia yang mengabdi
pada kemanusiaan. Mantan Presiden Indonesia, Gusdur pun mengingatkan kepada
kita bahwa “agama jangan jauh dari
kemanusiaan”.
Tapi, nasib memilukan harus dihadapi
oleh salah satu golongan di Indonesia. Kita masih ingat pada tahun 2016 yang lalu, Kalimantan Barat
dihebohkan dengan pengusiran kepada mereka yang menentap di Kabupaten Mempawah.
Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), begitu mereka menamai perkumpulan ini
harus terusir di tanah garapannya karena dianggap menyimpang. Masyarakat bahkan
aparat menganggap mereka telah bersalah dan menantang negara karena dituding
akan membentuk negara baru.
Kisah pilu ini diceritakan langsung oleh salah seorang dari mereka yang
mengalami langsung kejadian itu. Herman (bukan nama asli), mengatakan mereka
datang ke tanah Kalimantan hanya untuk mengembangkan perekonomian karena memang
tanah di Kalimantan ini sangat bagus dan berpotensi besar untuk kemajuan
perekonomian. Tetapi, tanpa adanya kajian khusus terhadap dugaan ini secara
sepihak warga membakar perumahan ini.
Herman dan keluarga beserta pengikut Gafatar lainnya diangkut oleh
kendaraan TNI untuk dipulangkan ke daerah asalnya, tanah Jawa. Kejadian
memilukan yang akan terkenang seumur hidup ini tentu sangat menyayat hati
herman dan keluarga. Anak-anak kecil tak bersalah pun harus diikutsertakan
dalam pengusiran ini.
Nasib mereka harus menggantung karena tak mendapat kejelasan. Menurut
Herman, setelah kejadian pengusiran keji itu, dia dan rekan-rekan pengikut
Gafatar di tolak oleh keluarga di Jawa dan tidak ada pula yang bersedia memberi
pekerjaan kepada mereka. Betapa mirisnya nasib mereka ini karena yang awalnya
hidup damai tapi harus menerima kenyataan pahit.
Selain menerima nasib di usir, harta benda merekapun di tahan oleh
aparat pemerintahan dan sampai saat ini belum ada kejelasan. Untuk bertahan
hidup, para pengikut Gafatar ini harus menjalankan keseharian penuh
kesederhanaan dan apa adanya. Beruntung, bagi yang tidak memiliki uang sama
sekali maka akan dibantu sesama Gafatar yang memiliki rejeki lebih.
Katanya dalam UUD 1945, setiap warga negara diberi hak untuk mendapatkan
kehidupan yang layak hingga bebas dalam memeluk agama. Tapi, hak ini tidak didapatkan
oleh pengikut Gafatar yang diduga menyimpang dari ajaran agama padahal hal ini
belum tentu benar, kesimpulan hanya diambil tanpa ada nya proses pengecekan.
Perlunya Mencari Fakta Sebelum
Bertindak
Seperti sudah menjadi kebiasaan di negara kita akan mudah terpancing
dengan sesuatu yang bersifat memprovokasi. Sebagai contoh, minuman mineral
equil yang dianggap sebagai miras lalu ramai-ramai untuk memboikot. Hal ini
tanpa ditelusuri apakah benar atau tidak, tanpa berpikir panjang kita langsung
mengambil tindakan. Tidak hanya itu, kasus yang baru-baru ini juga terjadi di Pontianak
Kalimantan Barat terkait penolakan Rizieq Sihab oleh Gubernur Kalimantan Barat,
Cornelis pada bulan Mei lalu. Tanpa ingin mencari tahu sebab penolakan
tersebut, secara beramai-ramai masyarakat Pontianak dan sekitarnya melakukan
aksi bela ulama yang dilaksanakan bertepatan dengan Pekan Gawai Dayak dan kita
ketahui bahwa Cornelis ini juga merupakan presiden Dayak.
Pada akhirnya, peserta bela ulama dan peserta Pekan Gawai Dayak terjadi
bentrokan. Peristiwa ini menjadi biasa karena memang hal-hal yang berbau agama
selalu menjadi santapan manis untuk di santap.
Hal serupa lah yang menimpa Gafatar, tanpa adanya penelusuran lebih
lanjut, massa dengan arogannya langsung membakar perumahan. Di sini aparat pun
tidak dapat bertindak bahkan seolah-olah mendukung aksi pembakaran ini. Setelah
kejadian, negara pun tidak campur tangan untuk memberi hak kepada warganya.
Para pengikut Gafatar dibiarkan terlantung-lantung seolah bukan manusia.
Kejadian-kejadian seperti ini memang rentan menimpa golongan minoritas
sehingga dengan mudahnya mereka harus didiskriminasi. Lagi-lagi tidak ada
campur tangan negara dan setiap korban tidak diperhatikan.
Seharusnya, apabila ada golongan tertentu yang mendapat perlakukan tidak
adil dari sesama, negara harus ambil bagian agar mereka merasa terlindungi dan
kita sebagai masyarakat biasa jangan mudah mengambil tindakan sebelum
benar-benar mengetahui kejadian atau fakta yang sebenarnya.
Indonesia damai jika mengedepankan kemanusiaan. Semoga masyarakat
semakin cerdas untuk bertindak dan mengutamakan kemanusiaan. Semoga !!!
“Bagaimana bisa, manusia tetap eksis ketika
kemanusiaan telah mati? –
Ahmad Tohari”
Post a Comment
0Comments