Keramahan Warga Sungai Antu, Sekadau

Isa Oktaviani
By -
0
Dokumentasi beberapa anak dengan rombongan mahasiswa di depan Gereja Katolik Sungai Antu

Pada September 2015 lalu menjadi moment yang tak terlupakan. Kehidupan dihutan rimba selama satu minggu menyisakan kenangan indah setiap detiknya. 

Meski perjalanan yang ditempuh tidaklah dekat, tapi semangat melayani mengalir deras kepada kami semua. Ketika tiba didaerah itu aku jadi mengenang kehidupanku 21 tahun silam, dimana aku hidup dihutan belantara dan rumah tepat ditepian sungai.

Kendaraan tidak ada sama sekali, yang terlihat hanya beberapa sampan lalu lalang. Itu pun hanya beberapa kali sehari. Tapi yang jelas, kehidupan ramah diantara kami dan persaudaraan sangat kental mewarnai setiap aktivitas keseharian kami.

Oleh - oleh dari Rumah Panjang Sungai Antu

Hal serupa kualami kembali, tepatnya di Sungai Antu Hulu, Sekadau. Sambutan ramah warga selalu mengisi keseharian. Hidup layaknya orang desa pedalaman tanpa adanya jaringan dan listrik.
Jalan bukanlah aspal, tetapi tanah kuning yang kala hujan akan licin.

Beruntung, disekitaran pekarangan warga, jalan ini sudah dikeraskan dengan sedikit batuan sehingga tidak akan terlalu licin jika diguyur hujan.

Kebiasaan kami yang hidup dikota madya hilang seketika, biasanya dalam satu kali dua puluh empat jam tidak terlepas dari gadget-gadget tetapi dengan ketiadaan signal membuat semua melupakan gadget mahalnya.

Awalnya semua rombongan mengira kondisi ini akan sangat membosankan, betapa tidak, kami yang sudah terbiasa dengan media sosial harus mengurungkan niat untuk tidak mengecek handphone permenit.

Beberapa warga Sungai Antu mengabaikan moment bersama beberapa mahasiswa di depan Gereja Katolik Sungai Antu

Namun, kondisi tidaklah membuat stres melainkan sangat menyenangkan. Setiap orang memiliki cerita sendiri karena memang semua warga sangat baik dan ramah. Semua menyambut dengan senang hati.

Bahkan, ada beberapa teman yang sampai mendapat orang tua angkat disana karena saking dekatnya sama warga.
Suasana tambah menyenangkan, karena tiap hari dipenginapan dipenuhi oleh anak - anak dan kadang juga ibu-ibu.

Kejadian tak terlupakan juga adalah mandi berkemban di Sungai "Antu" . Awalnya ada beberapa teman yang tidak bisa berkemban tetapi setelah sekian lama disana akhrinya terbiasa juga.

Kehadiran rombongan mahasiswa memang memberi warna tersendiri bagi masyarakat, sebagai tanda terima kasih setiap hari warga membawakan sayuran untuk disantap oleh kami bahkan memasak pun dibantu oleh sebagian ibu-ibu.

Bersahabat dan seperti udah keluarga, setiap melewati penginapan selalu disapa dengan ramah, begitu juga kami. Ketika bertemu dengan warga, tak sungkan-sungkan menegur warga dengan sapaan akrab.

Anak - anak selalu ingin bersama rombongan mahasiswa

Kalau ke Pontianak biasanya sore hari kadang ke cafe atau kerjakan tugas kuliah, tetapi disini kami bisa merasakan kebebasan dengan penuh kedamaian, canda tawa mengalir mewarnai kebersamaan dengan warga sekitar. Anak-anak pun tampak ikut merasakan.

Kedekatan kami dengan anak-anak membuat mereka selalu datang ke penginapan. Tentunya kehadiran mereka membuat suasana meriah karena ada saja yang dilakukan.

Pengabdian selama seminggu itu benar-benar membuat hati gembira dengan bantuan dan kerjasama masyarakat sekitar semua berjalan dengan lancar dan baik adanya.

Sungai Antu, sungguh menyenangkan

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)