Ketika Aku Mahasiswa Baru, Dulu

Isa Oktaviani
By -
0

Aroma Natal sudah tercium, moment yang ditunggu-tunggu untuk menyambut Sang Juruselamat ada di depan mata.

Kebahagiaan penuh pengharapan ini mengingatkan ku ketika menjadi mahasiswa baru di Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak. Masa itu, tepatnya September 2013 kami dikumpulkan untuk membentuk Panitia Natal.

Perayaan Natal bersama memang sudah lama diadakan oleh Fakultas dalam naugan BEM. Panitia adalah Mahasiswa Baru yang beragama Kristen. Mereka diajarkan untuk mengorganisir sebuah kegiatan dengan perhelatan sesuai ciri khas fakultas tersebut.

Tidak heran kami selalu pulang malam untuk mempersiapkan segala sesuatunya agar perayaan tersebut dapat digelar dan dirasakan oleh banyak orang.  Tidak peduli banyak yang harus di ambil untuk mempersembahkan sesuatu spesial di hari nan di nanti.

Setiap hari kami datang untuk rapat dan latihan. Pulang jam 12 malam itu sudah biasa. Bukan anak Teknik namanya kalau pulang nya jam 8 malam. Tidur hanya beberapa jam bukan suatu masalah, pulang malam, kuliah pagi adalah kebiasaan yang harus dijalani.

Orang luar menilai itu mungkin "salah" dan tidak masuk akal. Karena, selain harus menghabiskan banyak waktu di kampus, kami juga harus mendapat sebuah hadiah rutin yang dinamakan seri. Sejenis olahraga lah. Memang, waktu itu merasa sedikit tertekan tapi entah mengapa tetap saja terus ikut hingga perayaan telah tiba.

Tidak hanya Natal. Dalam waktu yang sama, kami juga menjadi panitia pelaksana kegiatan Malam Kemanusiaan "Humanity Night Project". Memiliki beberapa agenda yang harus dilaksanakan membuat kami satu angkatan bersibuk ria untuk mempersiapkan seperti donor darah, pengobatan gratis, pengabdian di kampus dan malam puncak yaitu malam amal.

Persiapan demi persiapan telah dilakukan hingga saat nya tiba satu persatu agenda telah lewat. Kesibukan terfokus pada malam puncak. Bak komputer yang bisa multi tasking, kami pun disulap harus melakoni beberapa peran.

Anehnya lagi, kenapa bisa. Bahkan, hal ini tidak menganggu kuliah meski ada beberapa orang yang terganggu kuliahnya tetapi hanya sedikit.
Kami di gedung biru putih itu seakan saudara sedarah, tidak ada keterpaksaan untuk melakukan sesuatu.

Dan, setelah empat tahun melewatinya. Aku semakin menyadari apa yang telah dibangun dulu memang untuk mempupuk kebersamaan dan persaudaraan yang hingga kini masih terjalin di antara kami semua.

Saling mengenal dan peduli, itu sudah menjadi hal yang biasa. Bahkan, meski di nilai kurang baik dalam menyiapkan mental baja, buktinya banyak juga mahasiswa berprestasi di angkatan kami. Jadi, bagi ku apapun yang dilakukan dulu tidak ada yang salah dan aku menyadari bahwa label kekerasan pada masa mahasiswa baru itu bukan tanpa pemikiran matang.

Tidak ada juga yang memiliki keinginan untuk menyakiti orang lain. Hanya saja, apa yang dilakukan untuk menguji mental saja. Kami bisa melihat sekarang, barang siapa yang ikut terus kegiatan, ada banyak hal terjadi. Mental tidak mudah goyah dan ngedown tapi lebih kuat dan mencari solusi akan setiap masalah yang ada, bukan lari.

Tapi sayang, sekarang gedung itu seakan hampa, semua dengan dirinya sendiri, semua dengan kegelisahan sendiri. Tiada lagi namanya saudara satu angkatan atau beda angkatan. Yang ada hanya kepentingan pribadi, individualis dan kurang peduli.

Entahlah, semua demi mengejar IPK dengan angka yang sempurna. Kegiatan telah tiada, hilang tanpa tersisa. Kecuali, sekarang yang ada hanya ribut dalam kotak masing-masing, peduli pada sekelompok saja.

Bahkan, aku tidak percaya jika saling mengenal satu sama lain, apa lagi perduli. Yang penting, cukup kenal satu kelas atau satu prodi saja. Urusan lain bukan menjadi bagian kita. Tidak perlu terlalu dipikirkan.

Proses memupuk persaudaraan kini mungkin telah sirna, entah kapan akan dapat dirasakan lagi. Terlalu banyak yang harus dikenang, namun tak dapat terpatrikan dalam sebuah aksara.

Mungkin, ini saat nya untuk berhenti sejenak, melihat ke belakang untuk berefleksi akan kejadian-kejadian yang telah lalu.

Saatnya nanti, akan ada sesuatu yang lebih dahsyat untuk menjadi kekeluargaan, memiliki keluarga kedua di ruang belajar. Menjadi peduli dan sopan santun kepada orang lain. Menjadi mahasiswa yang berbeda dengan kampus lainnya, solid dan mengutamakan kekluargaan , kerjasama, itulah yang selalu dinantikan.

Aku rindu.
Rindu riuhnya tepuk tangan dan kencangnya nyanyian kebanggaan kita.

Sebab, satu persatu dari kita mulai melepaskan predikat mahasiswa. Kapankah ada waktu untuk berbagi cerita kembali dan mungkinkan kita tidak mengenali adik-adik penerus tanpa ada ruang untuk menjembataninya.

Apakah, kalian pun merasakannya ?
Kesunyian dan kehampaan beberapa waktu ini ?

Suasana dulu yang selalu ramai dan bergelora, kini hilang dengan hedonisme.
Tiada lagi istilah semua sama, tidak ada cantik, tidak ada ganteng, tidak ada kaya, tidak ada miskin. Di sini kita semua sama. Satu TEKNIK.




Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)