Menyapa Kedamaian di Rumah Betang Ensaid Panjang

Isa Oktaviani
By -
2
sumber : google.com


Daninta tampak elok ketika menggunakan blangket tenun Dayak yang dipadukan dengan ikat kepala berwarna biru, motif khas suku di Kalimantan ini. Paduan warna dan motif dari blangket dan ikat kepalanya senada sehingga menghasilkan penampilan yang luar biasa bagi Daninta dan rekannya.
Kalimantan Barat memang dikenal dengan kearifan lokalnya, terutama ciri khas dari setiap suku yang mendiami Pulau Borneo ini. Dayak menjadi salah satu suku dikenal cukup tua dan kental dengan adat istiadatnya. Bahkan, hingga sekarang, di zaman modern ini, beberapa daerah masih melestarikan budaya nenek moyang, tinggal secara berkelompok di Rumah Betang Panjang.

Rumah Betang Ensaid Panjang menjadi salahsatu saksi sejarah yang hingga kini masih berdiri kokoh dengan para penghuninya yang setia. Berkat keunikannya inilah, Ensaid Panjang sering dikunjungi wisatawan untuk ikut menikmati perpaduan hidup zaman modern tetapi dibalut oleh kesederhanaan dan kental dengan aroma kearifan lokalnya. Berlatar belakang Gunung Rentap, Rumah Betang Ensaid Panjang berdiri kokoh. Arsitekturnya sederhana, coraknya menampilkan nuansa zaman dahulu. Hampir semua bahan bangunannya berasal dari alam.

Daninta merupakan salahsatu pengunjung yang datang ke Rumah Betang Ensaid Panjang. Dia tidak mau melewatkan kesempatan berharganya untuk menyatu dengan masyarakat di sana dan menikmati semua yang ada. Blangket dan ikat kepala, khas Suku Dayak ini sudah menjadi bagian Daninta. Kesederhanaan tetapi terlihat mewah ditawarkan kepada siapa saja yang menggunakannya, termasuk Daninta.

Rumah Betang Panjang merupakan warisan leluhur yang masih dipertahankan turun temurun. Melihat dari sejarah berdirinya Rumah Betang Panjang, pada mulanya lahir untuk menyesuaikan kebiasaan perang suku. Supaya lebih aman, mereka yang berasal dari satu komunitas subsuku tinggal di satu tempat yang sama. Tradisi perang suku dengan pengayauan atau memenggal kepala musuh sudah diakhiri melalui Perjanjian Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah, tahun 1894 yang dihadiri oleh seluruh subsuku Dayak di Kalimantan. 

Setelah perang suku tersebut berakhir, masyarakat Suku Dayak tetap bertahan hidup di Rumah Betang Panjang meski dengan peralatan seadanya. Gotong royong menjadi solusi untuk bertahan hidup dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Setiap daerah khususnya di Pulau Borneo, banyak Rumah Betang Panjang di bangun dengan keunikan masing-masing. Sebab, untuk membuat bangunan ini tidaklah sembarang, harus ada aturan yang dilakukan berdasarkan kepercayaan dari subsuku masing-masing. Rumah Betang Ensaid Panjang sendiri ditinggali oleh subsuku Dayak Iban.

Rumah Betang Ensaid Panjang ini berada di Desa di Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Dibangun sejak tahun 1981 tetapi baru bisa ditempati tahun 1986. Rumah Betang Ensaid Panjang ini beberapa kali dipindahkan karena struktur bangunan yang mulai rapuh di makan usia. 

Rumah Betang Ensaid Panjang memiliki beberapa bagian, sama seperti Rumah Betang masyarakat adat Dayak lainnya. Bagian tersebut mulai dari depan hingga kamar tidur. Bagian pertama adalah ruai atau ruang bersama, dibangun memanjang dari ujung hingga ke ujung tanpa sekat. Ruangan inilah menjadi tempat pertemuan bersama atau menerima tamu-tamu yang datang. Sementara yang menjadi ruangan bagi keluarga adalah ruangan selain ruai.

Bagian kedua adalah bilik baruah merupakan ruang tamu khusus keluarga tersebut dan sekaligus menjadi ruang keluarga. Ruai dan bilik baruah dipisahkan oleh telok, yakni semacam selasar yang lantainya lebih rendah dibandingkan ruai dan bilik baruah yang berfungsi sebagai tempat menyimpan berbagai perkakas, seperti lesung penumbuk padi dan peralatan menenun.  Bilik serambi merupakan kamar tidur keluarga. Bagian terakhir bilik tingka yang berfungsi sebagai dapur atau tempat menyimpan perkakas.

Keunikan bangunan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap pengunjung. Daninta merasakan hembusan angin yang damai ketika berada di Rumah Panjang Ensaid Panjang ini. Masyarakat menyambut dengan ramah, memperlakukan tamunya dengan baik menjadi nilai tambah tersendiri. Aroma kedamaian dihirup terus menerus oleh Daninta hingga menguasai tubuhnya. Perlakuan khas masyarakat adat melekat di Rumah Betang Ensaid Panjang.

Selain bersenandung dengan keramahan masyarakatnya, Daninta dan pengunjung lain dapat menikmati setiap aktivitas di Rumah Betang Ensaid Panjang. Membuat tenun Dayak, aktivitas khas dan icon di sini. Pengunjung dapat melihat langsung proses menenun bahkan boleh ikut menenun tetapi khusus tamu perempuan saja. Sebab, menurut kepercayaannya, orang yang boleh menenun hanya perempuan, tidak boleh laki-laki.

Suku Dayak memang masih kental dengan adat istiadatnya, tak terkecuali dengan subsuku Dayak Iban di Rumah Betang Ensaid Panjang. Setiap tahunnya, selalu diadakan Gawai Nyelapat Taun atau syukuran setelah panen padi. Agenda tahunan ini menjadi salahsatu yang dinanti-nantikan banyak orang untuk ikut menjadi bagian dari kebahagiaan setelah panen padi dilaksanakan. Melalui gawai inilah banyak orang bertemu dan datang ke Ensaid Panjang. Pengunjung berbondong-bondong datang untuk ikut terlibat dan bersama-sama merayakan warisan leluhur.

Meski didatangi oleh wisatawan, masyarakat di Rumah Betang Ensaid Panjang tidak pernah memasang tarif untuk mereka yang menginap. Tradisi itu masih dilakukan hingga saat ini. Tetapi, bagi mereka yang ingin memiliki kain tenun hasil penenun di Rumah Betang Ensaid Panjang harus membayarnya. Seperti Daninta, dia membeli oleh-oleh tenunan khas Dayak untuk orang terdekatnya.
Menariknya lagi, meski sudah berada di era modern, kearifan lokal dan kesederhanaan menjadi keseharian masyarakat di Rumah Betang Ensaid Panjang. Senyum mereka mengisyaratkan kedamaian yang terus terukir indah. Memberi cerita di setiap jejak yang ada. Kemajuan zaman tidak membuat masyarakat melupakan budaya nenek moyang, sebab itu adalah asset berharga untuk terus dijaga dan dilestarikan.

Namun, meski Rumah Betang Ensaid Panjang ini kerap dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun internasional, akses menuju tempat ini tidaklah mudah. Jalannya masih tanah kuning, saat hujan tiba maka kendaraan tidak bisa melintas. Belum ada perkembangan yang signifikan hingga saat ini.
Padahal, Rumah Betang Ensaid Panjang memiliki potensi pariwisata dengan suguhan kearifan lokal dan kental budaya sehingga mampu menarik wisatawan di berbagai belahan dunia. Hal ini tak terlepas dari kerjasama semua pihak untuk menjadikan Rumah Betang Ensaid Panjang salahsatu icon wisata di Kalimantan Barat yang menyuguhkan menikmati liburan dengan rasa yang berbeda.

Masyarakat di Rumah Betang Ensaid Panjang juga akan merasakan manfaatnya ketika banyak tamu yang berkunjung. Apalagi aktivitas menenun yang dimiliki adalah proses langka untuk menghasilkan sebuah karya. Menenun dapat menjadi rutinitas utama bagi kaum perempuan untuk membantu perekonomian keluarga agar setiap sisi dapat dipenuhi secara sempurna. Tidak hanya bangunan yang masih bernuansa alam, masyarakat yang ramah dan kental dengan adat istiadat tetapi ada aktivitas menenun dapat dijadikan daya tarik bagi wisatawan.

Rumah Betang Ensaid Panjang, warisan leluhur penuh kedamaian. Semoga dapat menjadi icon yang diunggulkan di Kalimantan Barat dengan sejuta pesona bernuansa alami. Bahu membahu menjadi keutamaan untuk mewujudkan mimpi itu. Sebab, Kalimantan Barat kaya akan keindahan alam, kaya akan budaya, kaya akan cinta kasih.  Sekarang, tinggal bagaimana kita mengelola itu semua agar kekayaan itu tidak hanya simbolik tetapi dapat dirasakan dan dinikmati bersama.

#Day3
#IsaNaumiChallenge


Post a Comment

2Comments

Post a Comment