Resti dan Sintang Membaca, Keresahan Anak Muda di Tengah Kemajuan Zaman

Isa Oktaviani
By -
0

Resti dan Sintang Membaca, Keresahan Anak Muda di Tengah Kemajuan Zaman


Kebanyakan anak daerah harus merantau ke kota untuk menempuh pendidikan. Doktrin yang dibawa sejak dulu adalah agar si anak punya pendidikan tinggi dan memperoleh pekerjaan yang bagus supaya nasibnya lebih baik dari para orangtua. Tak heran, ketika lulus kuliah anak-anak daerah kemudian menetap di kota rantau untuk mengadu nasib. Tujuannya, bekerja di perusahaan ternama dengan gaji yang sanggup menunjang masa depan dirinya dan keluarga. Sangat jarang kita mendapati ada mahasiswa yang setelah wisuda kembali ke kampung dan mengabdi di sana. Alasannya beragam, tapi yang paling sering adalah di kampung tidak ada pekerjaan yang cukup bagus dan sulit mengembangkan diri karena faktor fasilitas dan juga lingkungan. Alih-alih menciptakan perubahan, kita justru nyaman dengan fasilitas yang ditawarkan kehidupan di metropolitan.


Akan tetapi, doktrin yang mainstream tersebut tidak melekat dan seolah jauh dari seorang lulusan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Restiana Purnwaningrum justru memilih jalan yang berbeda. Bukan memilih melaju jadi pengacara kondang atau menjadi notaris dan semacamnya di kota, perempuan asli Kabupaten Sintang ini pulang kampung setelah selesai menyandang sarjana. Kehidupan kota seolah tidak memikat hati dara yang akrab di sapa Resti ini.

Saat berbincang live bareng bersama Satu dalam Perbedaan Indonesia (SADAP INDONESIA) pada Sabtu 2 Mei 2020 lalu, dia bercerita memang ada sesuatu yang berbeda ketika kembali ke kampung, memilih bekerja di salah satu LSM yang fokus pada isu kemanusiaan dan lingkungan. Akan tetapi, banyak keresahan yang dialaminya, salahsatunya adalah tidak punya teman.
“Aku merasa tidak punya teman, tidak kenal siapa-siapa,” katanya.

Inilah salahsatu alasan kuat yang mendorong Resti membangun ruang bertemu dengan wadah Sintang Membaca pada 2018 lalu. Baginya, tidak hanya sebagai ruang perjumpaan tetapi Sintang Membaca juga menjawab keresahannya dengan tingkat literasi yang rendah di tanah kelahirannya.

Lewat Sintang Membaca, perlahan anak muda di Sintang sering berdiskusi dan sesuai dengan semangat Sintang Membaca “Aku dan Kamu bertemu karena Buku”. Beberapa penulis di Sintang juga akhirnya saling menemukan di ruang yang Resti bangun ini. Saat ini sudah ada sekitar 20 orang anggota aktif di Sintang Membaca yang didominasi oleh anak tingkat SMA hingga yang sudah bekerja.

Selain buka lapak untuk bebas baca di taman Bungur atau alun-alun Sintang, kegiatan lainnya adalah saling pinjam buku juga kerap dilakukan mereka. “Selama bukunya ada, semua bebas meminjam,” kata Resti.

Selain baca di lapak baca atau di tempat terbuka, Sintang Membaca juga beberapa kali berkunjung ke sekolah Sintang Membaca Goes to School untuk berbagi bersama anak-anak sekolah, membaca bersama atau gerakan sehat dengan rajin memcuci tangan dan kegiatan yang akrab dengan anak-anak. 

“Sebagai anak muda, kita harus merasa resah dengan keadaan sekitar dan mencari solusi dari keresahan itu,” Restiana Purwaningrum

Keresahan ini pula yang akhirnya lahir sebuah novel berjudul Bumi Ayu, sebuah kisah yang akrab dengan keadaan masyarakat terutama di pedalaman Kalimantan tentang HAM, Perempuan dalam persoalan melawan Kelapa Sawit.

Bagi Resti, kenapa dirinya kembali ke kampung, karna kitalah yang harus menciptakan bukan menunggu.
“Kita tidak menunggu perubahan, tetapi kitalah yang menciptakan perubahan itu”

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)