Diskusi Buku Muslimah Reformis, Memahami Peran Perempuan dari Berbagai Aspek

Isa Oktaviani
By -
0

Diskusi Buku Muslimah Reformis, Memahami Peran Perempuan dari Berbagai Aspek


Jadi muslimah bukan berarti yang berpakaian syar’i dan selalu nunduk tetapi menjadi muslimah harus memberikan manfaat untuk banyak orang. Tugas kita sebagai perempuan bukan untuk mengurusi suami karena merekakan bukan bayi yang harus diurus, justru kita harus saling mengurusi antara suami dan istri. Kata Musdah Mulia dalam Webinar Nasional Bedah Buku Muslimah Reformis. Buku yang ditulis langsung olehnya ini mengupas secara kompleks persoalan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Mulai dari pendidikan, membangun keluarga, HAM, kesetaraan gender, hak kebebasan beragama, mewujudkan perdamaian hingga dakwah transformative yang disusun secara rapi terdiri dari 18 bagian.


Sekitar 60 orang generasi muda bergabung dalam diskusi daring yang dilakukan oleh Satu dalam Perbedaan (SADAP) Indonesia, Yayasan Suar Asa Khatulistiwa (SAKA) dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Rabu 9 September 2020. Kehadiran kaum muda ini menjadi warna baru di diskusi buku Muslimah Reformis yang biasa dilakukan di kalangan lebih tua dan juga akademisi. Ternyata, anak muda juga punya perhatian khusus terhadap buku setebal 863 halaman yang disebut-sebut sebagai bantal iqro oleh penulisnya.

Hadir Aseanty Pahlevi (Jurnalis dan aktivis perempuan) dan Subandri Simbolon (Dosen Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak) dan Prof. Musdah Mulia sebagai narasumber dan Isa Oktaviani yang memoderatori kegiatan tersebut yang berlangsung selama dua jam tiga puluh menit tersebut. Peserta terdiri dari mahasiswa Univ. Tanjungpura, IAIN Pontianak, Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak, Kesbangpol Pontianak, MUI Kalimantan Barat, FKUB Kalimantan Barat, Kementerian Agama Sumba Timur, Jemaat Ahmadiyah Pontianak, Bahai Kalimantan Barat, NU, serta dari peserta umum.


Subandri Simbolon sebagai pembicara pertama membaca buku ini dengan A Common Words. Kata-kata bersama. Common words beetween us, you and i. “Buku ini merupakan satu dokumenter penting dalam sejarah hub agama-agama Abrahamik. Kristen, Islam, Yahudi. Lahir awalnya ditandatangi oleh 38 ulama dari seluruh dunia. Sebagai respon mereka terhadap pidati Paus Benediktur XVI di Jerma. Pidato tsb sempat membuat ulama-ulama tersinggung. Tetapi tanggapan 38 ulama itu membuat kita merasa wow. Yaitu mencari kata yang mengikat kita. Setelah 38, diikuti 138 tokoh Islam dari bebagai mazhab,” katanya.


Bagi Subandri, buku ini sangatlah lengkap dan analisisnya tajam. “Kalau kita melihat Ensiklopedia buku ini. Saya katakan buku ini harus sering dikaji. Saya mengusulkan buku ini sebagai salah satu buku rujukan ketika kita berbicara tentang pendidikan, gender, perdamaian, inter religius dialog dalam konteks perempuan, juga tentang HAM. Mungkin terlalu cepat saya katakan ini sebagai kitab. Tapi gagasan yang diberikan Bu Musdah luar biasa, bukunya tebal, dengan diskusi berat dengan isu berat, Bu Musdah menyampaikan gagasan itu dengan renyah” tambahnya.


Buku Ensiklopedia Muslimah Reformis ini menekankan hal utama adalah pendidikan maka buku ini dibuka dengan tema pendidikan. Kemudian bagaimana peran perempuan dalam keluarga, politik hingga ekonomi. Perempuan memiliki jumlah yang lebih banyak di Indonesia daripada laki-laki sehingga kalau dibatasi gerak perempuan maka akan menambah beban kerja laki – laki. Sejatinya, perempuan juga dapat melakukan apa yang dilakukan oleh laki – laki tapi karena perempuan lebih banyak berperan untuk pekerjaan rumah sehingga tidak terlalu dilibatkan dalam hal pembangunan ekonomi. Bahkan, untuk ketelibatan di politik hanya 30 persen dan itu juga tak jarang yang kurang berkapasitas, asal ada saja dan kerabat pejabat lainnya.


Membaca buku ini bisa menjadi bahan refleksi bersama untuk merevitalisasi pemahaman dari berbagai aspek, dengan merujuk buku ini maka kita akan menemukan pemahaman yang lebih mendalam sehingga mendapatkan titik temu bahwa kehadiran kita harus memberi manfaat bagi banyak orang. Media juga berperan penting untuk mengkampanyekan peran perempuan di hadapan public, bukan malah mengkerdilkan peran perempuan, kata Levy Pahlevi.

 

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)