Cerita tentang Patah Hati

Isa Oktaviani
By -
0

Cerita tentang Patah Hati


Jangan pacaran kalau tidak mau patah hati, begitulah pepatah singkat yang disampaikan. Tapi, apakah iya kita pacaran demi sebuah kekecewaan? Bukankah tujuan pacaran adalah untuk saling mengisi satu sama lain dan saling menambah kwalitas bahagia ?

sumber : pinterest


Maksud dari pepatah itu ingin mengatakan kepada kita bahwa dalam hubungan tidak hanya ada bahagia tetapi juga kecewa, marah, ditinggalkan dan meninggalkan. Kalau tidak siap, maka jangan sesekali melabuhkan diri dalam urusan pacaran. Memang tak sedikit dengan kisah cinta bak di negeri dongeng tetapi lebih banyak lagi kisah - kisah asmara yang berujung pilu, kesedihan hingga trauma.

Namun, apakah akhirnya kita tidak boleh jatuh cinta? Jawabannya adalah kita tentu saja harus berani untuk jatuh cinta lagi dengan mental yang lebih stabil dan belajar dari kisah lalu. Aku sendiri juga mengalami kisah yang tidak menyenangkan, sejak mengenal pacaran dari usia 15 tahun, aku mengalami dua kali patah hati yang sangat menyita energi dan merusak tatanan mental yang mulai dibangun dengan kokoh.

Pertama kali ketika masih berusia 19 tahun, aku menjalin kisah selama kurang lebih 5 bulan dengan seorang cowok, dia manis, baik dan rajin beribadah juga sangat peduli sama aku. Awalnya kami sahabatan lalu melangkah menjadi sepasang kekasih. Tapi, cerita itu berakhir karena dia meninggalkanku tanpa alasan, tepat 1 bulan sebelum ulang tahunku. Panggilan telponku tidak pernah dijawab, pesan singkat juga tidak pernah dibalas hingga aku kirim surat juga tidak ada respon apapun.

Aku stress, menangis setiap hari. Bangun tidur hanya bisa mengingat dia dan lagi - lagi hanya bisa menangis dan menghabiskan energiku untuk mengingat dia dan kenangan manis bersama. Kuliahku jadi terganggu, hari - hariku jadi tidak menyenangkan lagi. Hanya ada kekosongan dan kesedihan saja.

Kedua, aku kembali mengalami patah hati yang sangat dahsyat. Aku baru menyadari bahwa patah hati kali ini sudah aku persiapkan bahkan aku turut andil membangun pondasi kehancuran. Sejak awal aku menyadari bahwa hubungan kami tidak akan berakhir bahagia tapi masih memaksa untuk bertahan hingga hampir 6 tahun. Bom waktu tiba, saat dia tiba - tiba memutuskan ingin serius dengan perempuan lain tetapi aku juga memutuskan untuk menikah sama dia dan akhirnya dia memilih perempuan lain.

Aku belum pernah merasakan sakit yang begitu parah. Aku merasa bangunan tinggi yang kokoh bisa rusak, hancur berantakan dalam hitungan detik saat dia mengucapkan tidak yakin bahagia jika menikah sama aku tetapi dia yakin bisa bahagia menikah dengan perempuan lain, perempuan yang baru dikencaninya belum sebulan, sedangkan aku sudah hampir 6 tahun. Puing - puing hatiku benar - benar dilenyapkan ketika ia mulai membandingkan sifatku dan sifat pacar barunya dari alasan kenapa dia tidak memilih aku menjadi istrinya dan memilih perempuan itu setelah 2 mingguan kami menjalin cinta segi tiga. Iya, kami sempat dalam hubungan bertiga sebelum akhirnya dia memilih meninggalkan aku.

Aku kembali merasakan patah hati, kembali melewati hari - hari buruk dalam hidupku. Bangun tidur dihantui kenangan bersama, hal - hal yang sudah dilewati hampir 6 tahun ini, terlalu banyak dan itu menyiksa batin. Lagi, aku hanya menangisinya ketika bangun tidur menyadari dia bukan lagi untukku, perhatiannya tak lagi ditujukan ke aku, senyumnya bukan lagi diarahkan ke aku. Rasanya berat....

Karenanya, aku beberapa hari tidak bisa makan dan tidur terganggu. Aku sering membayangkan mereka saling melempar perhatian dan membicarakan rencana pernikahan karena meski baru saja menjalin kasih, mantanku dengan sangat tegas langsung ingin menikahi perempuan itu. Hatiku tambah hancur dengan kenyataan itu ditambah dia bilang "aku bahagia bersamanya", ya Tuhan, pengen stop waktu dan ingin teriak sekencang - kencangnya.

Apalagi, sakit hati kali ini bertepatan dengan situasi pandemi, dimana mental kita sedang diuji. Keadaan tidak tenang, semua serba tidak menentu dan ditambah ditinggal pacar karena dia memilih orang lain daripada aku untuk menjadi pendamping hidupnya, it's another level of pain.

Ketika aku mengingat kata - kata yang keluar dari mulutnya, tiba - tiba hatiku terasa tersayat, tak pernah menyangka kata itu akan keluar dari seseorang yang sangat aku cintai selama ini dan aku merasa dia juga sangat cinta sama aku. Tapi, perasaan dia adalah sesuatu yang tak bisa aku kontrol, mungkin aku terlalu percaya diri bahwa dia sangat cinta sama aku padahal kenyataannya tidak juga begitu. Apa yang bisa aku lakukan kecuali menerima kenyataan.

Sekeras apapun aku menangisi takkan pernah merubah kenyataan. Kini, aku belajar iklas menerima semuanya, belajar untuk fokus dengan hal - hal yang bisa aku kontrol yaitu tentang perasaanku. Untuk patah hati yang kedua ini, memang masih baru banget, belum dua bulan jadi aku belum berhasil move on, sekarang masih dihantui ingatan tentangnya. Meski begitu, ada banyak hal yang aku pelajari dari cerita ini. Aku ingin berbagi dengan kalian hal - hal yang aku pelajari dari patah hati di tulisan berikutnya, semoga bisa menjadi pelajaran bersama.




Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)