Review Emily in Paris : Paket Lengkap yang Relate sama Keseharian Kita

Isa Oktaviani
By -
0



"Saat dua hal bersebelahan, kita dipaksa membandingkannya. 
Aku suka semuanya tertata, kehidupan pribadi dan profesional terpisah. 
Aku menikmati pekerjaan dan pencapaian, itu membuatku senang. 
----- Emily in Paris -----


sumber : houseofbeautiful.com

Judul          : Emily in Paris
Genre        : Komedi Romantis
Durasi       : 3 session (masing-masing 20 episode)
Produser  : Stephen Joel Brown, Shihan Fey, Jake Fuller, Lily Collins, Raphaël Benoliel
Sutradara : Darren Star
Distributor : Netflix 
Rilis           : 2 Oktober 2020 - now
Negara     : Amerika Serikat

Pemeran :
  • Lily Collins
  • Philippine Leroy-Beaulieu
  • Ashley Park
  • Lucas Bravo
  • Samuel Arnold
  • Bruno Gouery
  • Camille Razat

Liburan akhir tahun biasanya aku isi bareng keluarga di kampung tapi tahun ini memutuskan untuk menghabiskannya di kota rantau dengan planning nonton beberapa series di Netflix. Tanpa dicari, muncul series yang lagi rame dan selalu ditunggu setiap sessionnya, apalagi kalau bukan Emily in Paris. Tanpa basa basi, langsung aja klik dan nonton dari session pertama. Series ini cukup ringan dan durasinya juga sangat singkat, hanya 25 sampai 30 menit per episode. Penyajian yang ringan bikin aku betah berlama-lama menatap kisah Emily dan kawan-kawan di Paris.

Romantis dan kocak, series ini mampu menenggelamkanku dalam tiap ceritanya. Ahh, si Emily yang selalu ceria, positif dan sangat cerdas nan baik hati membuatku semakin jatuh hati dengan series ini. Meski disajikan dalam 3 session, nampaknya Emily in Paris ini cukup berhasil membius para penonton dan terus menantikan kehadirannya.

Series ini menceritakan Emily, gadis usia 20-an datang dari Amerika ke Paris sebagai digital marketer. Padahal, dia tidak bisa bahasa Perancis tetapi tetap menerima tawaran bekerja di negeri paling romantis tersebut. Dia harus tinggal di apartemen tanpa lift, jadi harus naik tangga ke kamarnya, lantai 5 pula. Awal-awal nonton, kocak banget ngeliat dia harus naik tangga ke kamarnya, haha. Tapi itu kayaknya tak terlalu jadi soal, justru keadaan kantor yang harus diperhitungkan olehnya. Perbedaan budaya dan bahasa membuat Emily tidak disukai oleh teman kantornya, termasuk bosnya sendiri, Sylvie. Tapi entah terbuat dari apa hatinya Emily ini, kok yaa nggak pernah sedih, mengeluhpun tiada, ia justru selalu semangat datang ke kantor dan menyapa hangat semua teman kantornya.


Dia terus memberikan ide tetapi awal-awal tidak digubris, bahkan waktu makan siang, dirinya hanya pergi sendirian, sedangkan Sylvie makan bareng Julian dan juga Luc, teman setim Emily. Ah, gak enak banget yaa gak dianggap circle. Tapi kayaknya si Emily ini lebih ke bodo amat si orang mau gimana, dia just be kind aja. Sampai akhirnya dia bertemu dengan sohib baru, Mindy yang akan menemani Emily dan jadi teman ceritanya.  Perjalanan dari episode ke episode membawa kita mengenal Paris lebih dekat, kota fashion tersebut siap menyihir kita. 

Sendirian di negara asing memaksa Emily harus berbeda dan mampu membuktikan diri karena selalu dianggap tidak kompeten. Namun, dalam setiap meeting dengan klien, Emily selalu mencetuskan ide yang out of the box sehingga mampu menggaet para klien. Brand maupun designer ternama selalu mampu didapatkan oleh Emily, ada saja ide kreatifnya. Dia selalu punya ide untuk bertemu dengan kliennya ini dan ilmu berharga yang coba disampaikan adalah bagaimana bisa

mempromosikan sesuatu secara terselebung dan elegant juga bisa menghadirkan tagline sehingga jadi perbincangan publik, contohnya "sex or sexiest?". Tak hanya itu, Emily juga memberikan ide kreatif kepada Pierre Cadaul untuk mempromosikan design terbarunya karena hampir tenggelam oleh kompetitor.

Sekilas, series ini sangat menonjolkan Emily saja tetapi ketika ditelaah lebih dalam ternyata keberhasilan marketing mereka karena kerja sama yang sangat baik antara Emily, Sylvie, Luc dan juga Julian. Sylvie memiliki relasi sangat baik, Emily pencetus ide out of the box, Luc dan Julia eksekutor yang handal. Mereka tak terpisahkan, kurang satu anggota pasti tidak akan berhasil sempurna. Dunia pekerjaan dan personal memang sudah dipisahkan oleh Emily, baginya pekerjaan ya tidak boleh dicampur dengan urusan personal.


Hal yang sangat penting untuk dunia marketing adalah mampu melihat peluang, itu yang ditawarkan oleh Emily. Dia juga memperlihatkan kepada kita bagaimana membranding diri di sosial media, setiap postinganya, selalu ada hastag #EmilyinParis dan menampilkan followers dia selalu naik, kenapa? Karena konten ketika dia live atau instastory sangat jujur juga relate (ah, jadi ingat Bunda Corla). Dia pun berhasil jadi influencer yang mempermudah dirinya mempromosikan brand-brand ke publik. Sederhananya, Emily di sini ingin mengajak kita untuk berani menerima peluang baru, kreatif, mau beradaptasi, pantang menyerah dan belajar terus.

Oke, mari kita bahas persahabatan. Emily bersahabat baik dengan Mindy, seorang musisi jalanan tidak hanya suaranya yang merdu tetapi hatinya baik dan tulus. Apapun keadaannya, dia selalu ada mendukung Emily, mereka berdua selalu saling dukung. Misalnya ketika Emily mendapat masalah, Mindy terdepan membantu, begitu juga sebaliknya. Bahkan, dalam urusan asmara, Mindy terus mendukung Emily untuk berkencan dengan pria pujaannya. Ahh, melihat Mindy dan Emily yang saling dukung, begitu hangat persahabatan mereka. Selain Mindy, sahabat lain adalah Camille, anak pebisnis yang kaya raya. Mereka bertiga berteman sangat akrab dan sering menghabiskan waktu bersama.


Rasanya sangat hambar kalo nggak ada percintaan di sebuah cerita. Meski workaholic, Emily juga tidak ketinggalan dengan kisah cintanya. Sejak pindah ke Perancis, ia berpisah dengan pacarnya dari Amerika dengan alasan si cowok nggak kuat LDR, hadehhh. Namun, penghuni apartemen lantai 4 nampaknya mampu mencuri hati Emily, yaa seorang koki telaten yang cool dan ganteng tentunya, siapa lagi kalau bukan Gabriel. Tampak keduanya jatuh cinta dalam diam tapi saat cinta mulai bersemi, baru ketahuan ternyata Gabriel ternyata pacarnya Camille, sahabat Emily. Dia pun tidak ingin menjadi orang ketiga di hubungan itu. Tapi, binar-binar cinta tak bisa pudar dari keduanya.


Meski akhirnya Emily bertemu dengan good men, Alfie. Keduanya menjalin cinta yang cukup romantis, kayaknya nggak ada kurangnya deh si Alfie ini sampe mereka double date. Tapi yaa, cinta gak bisa dipaksa, nampak juga si Gabriel mulai pudar percikan cintanya ke Camille meski akan menikah dengannya. Kita bisa melihat dari mata yang saling menatap sangat dalam, senyum yang penuh rasa satu sama lain, sinyal itu jugalah yang dirasakan oleh Camille hingga memutuskan membatalkan pernikahannya dengan Gabriel, begitu juga Alfie memutuskan pergi meninggalkan Emily. Hmmmm, akankah session berikutnya cinta Gabriel-Emily akan berlabuh di kepastian? Kita nantikan saja.


Terlepas dari itu semua, bagi yang suka fashion (style Emily nggak pernah gagal, bagus-bagus banget), ilmu marketing, social media wajib banget nonton series ini. Trully recomended dan skor dari aku 9/10 karena semua lengkap banget. Kita juga akan dimanjakan dengan suara merdu Mindy dengan musik yang dimainkan membuat series ini jadi makin bernyawa. Lucu, banyak ilmu, menghibur dan asik, itulah Emily in Paris. Selamat menonton :)





Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)