Hutan Hilang, Dunia Tak Seimbang

Isa Oktaviani
By -
4

Langkah Sederhana Menjaga Hutan Indonesia

"Pontianak sekarang lagi musim apa, hujan atau panas?" celoteh Salsa yang akan bertandang ke ibukota Provinsi Kalimantan Barat. "Nggak jelas sih, kadang ujan kadang panas. Biasa siang panas bedengkang (baca: sangat panas), tapi pas sore ujan," jawabku.

Kurang lebih seperti itulah keadaan cuaca hari ini. Kalau dulu musim hujan selalu datang di bulan dengan akhiran ber-ber sekarang tidak lagi, kapan mau hujan ya datang aja tanpa menunggu bulannya ember. Hal ini karena setiap tahunnya hutan Indonesia hilang hingga 684.000 hektar.

Menurut data yang dirilis Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) berdasarkan data dari Global Forest Resources Assessment (FRA), Indonesia menempati peringkat kedua dunia tertinggi kehilangan hutan setelah Brasil yang berada di urutan pertama. Hilangnya sumber oksigen dan air bagi dibutuhkan oleh manusia ini sangat berpengaruh pada stabil dan tidaknya keadaan alam seperti cuaca. Padahal, Indonesia dikenal dengan hutan yang cukup luas dan menyubangkan oksigen dalam jumlah besar yang berasal dari alam.

Lalu, kenapa hutan di bumi Pertiwi ini cepat sekali lenyap? Ada banyak faktor yang mempengaruhi. Satu diantaranya adalah Indonesia sedang berkembang sehingga banyak pembangunan yang masuk dan termasuk pula dengan pesatnya perkebunan hadir di seluruh penjuru Indonesia. Tidak hanya itu saja, deforestasi yang hampir setiap tahun terjadi juga menjadi salahsatu faktor hilangnya hutan yang dicintai seluruh mahluk di bumi ini.

Akibat lain dari hilangnya hutan adalah banyak binatang buas yang masuk di pekarangan warga. Seperti kejadian tahun lalu, ular piton raksasa dan harimau mendatangi kompleks warga di Riau dan ada juga warga di Boyolali yang di mangsa monyet hingga tewas (kumparan.com). Kejadian ini diyakini oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam karena hilangnya hutan yang menjadi habitat binatang buas tersebut. Sungguh mengerikan !

Kita semua pasti sepakat, jika hutan lestari, hidup ini akan selalu bahagia. Seperti yang dapat saya nikamti saat ini, masih bisa tertawa gembira di bawah pepohonan dan menikmati segarnya udara yang masih alami. Kalau hutan ini habis terkikis, maka generasi berikutnya pasti tidak bisa merasakan yang kita rasakan saat ini.

Menikmati Hutan di tengah Kota Pontianak

Hutan Kita, Paru-paru Dunia

Kalimantan dinobatkan sebagai paru-paru dunia karena memiliki hutan yang sangat luas dan menjadi penghasil oksigen terbesar. Namun sayang, dari tahun ke tahun kondisi hutan di pulau Borneo ini terus berubah, mulai dari hampir seluruh wilayah adalah pepohonan rindang kini berangsur menjadi hutan sawit dan sisa-sisa deforestasi maupun illegalloging. 

Padahal, jika hutan ini tidak dijaga dan dibiarkan tergerus dan digantikan oleh yang lain maka bisa saja tidak tersedia lagi sumber oksigen yang mampu memberikan energi bagi manusia yang ada di bumi ini serta habitat satwa juga hilang. Tidak hanya di Kalimantan, hutan yang tergerus juga terjadi di seluruh pulau di Indonesia.

Meski kita semua paham bahwa hutan sangat dibutuhkan untuk ketersediaan air dan juga sebagai penyumbang oksigen bagi kita tetapi seperti tidak dihiraukan sehingga aktivitas penduduk bumi ini semakin hari semakin merusak hutannya. Alasannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari umat manusia di berbagai belahan dunia. Tapi, apakah memang harus merusak hutan demi kesejahteraan sementara mahluk yang bernama manusia ini atau ada cara lain?

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis deforestasi 2016 - 2017 sebesar 496.370 hektar, alami penurunan dari periode tahun sebelumnya sekitar 630.000 hektar per tahun. Angka yang tidak kecil mekipun sudah ada penurunan, ini di luar penghilangan hutan dengan terencana alias karena keluar beragam izin.

Analisis Forest Watch Indonesia (FWI), deforestasi di delapan provinsi saja pada 2009-2016 seluas 1,78 juta hektar. Ia meliputi Aceh, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan Sulawesi Tengah. Deforestasi ini terdiri dari 1,04 juta hektar dalam konsesi izin, dan 738.816 hektar di luar konsesi (497.885 hektar dalam kawasan hutan dan 258.931 hektar pada alokasi penggunaan lain).

Lajunya pembukaan lahan pertambangan dan perkebunan secara tidak langsung adalah faktor utama menghilangkan hutan Indonesia. Hilangnya hutan membuat masyarakat kecil menderita, sering terjadi bencana seperti banjir bahkan longsor di daerah sekitar hutan yang sudah alihfungsi tersebut. Ya, meski sebagian besar hutan hilang karena alihfungsi, maka perlu ada langkah kongkret untuk menemukan langah agar kita tetap mampu menjaga kelestarian hutan yang masih (tersisa).



Perubahan Pola Konsumsi

Meningkatnya permintaan terhadap minyak maka semakin besar pula peluang untuk membuka lahan perkebunan yang baru. Maka dibutuhkan untuk memanfaatkan sumberdaya alam hayati yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini dapat dilakukan secara pribadi maupun kolektifan sehingga kebiasaan yang dibangun akan membuat permintaan terhadap minyak sawit, keledai akan berkurang yang artinya pasokan juga berkurang.

Mengurangi penggunaan tissue dan kertas

Tanpa sadar kita sangat boros terhadap penggunaan tissue dan kertas. Padahal, kedua barang ini diolah dari kayu yang diperoleh dari hutan. Semakin banyak kertas maupun tissue yang kita gunakan maka semakin besar potensi hutan hilang. Jadi, masih mau boros penggunaan tissue dan kertas? Terutama pecinta drama korea dan pejuang skripsi nih pasti banyak gunakan kertas atau tissue.
Tak terkecuali juga di perkantoran, hotel, dan pusat industri lainnya yang tidak bisa jauh dari kedua hal ini. Maka, mulailah dari diri sendiri untuk lebih sadar terhadap penggunaan barang-barang yang terbuat dari kayu hutan. 

Gunakan totebag untuk menyimpan barang belanjaan

Daur Ulang

Masih belum akrab bagi kita untuk mendaur ulang sampah. Padahal, ini sangat berguna agar barang-barang yang kita gunakan tidak menjadi sampah dan membuka kesempatan untuk pembuatan barang baru terutama yang dari hutan.

Penanaman Pohon

Penanaman pohon kembali, sangat bermanfaat untuk kita agar hutan yang mulai menipis akan tergantikan dengan pohon yang kita tanam. Cintai hutan tidak hanya di hari bumi saja tetapi setiap saat seperti kita mencintai kehidupan yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Menanam kembali hutan-hutan yang sudah rusak yang merupakan cara mencegah hutan gundul, yang di kira tidak layak lagi untuk di tempati dan digunakan oleh makhluk hidup, sehingga hutan akan tetap terjaga keberadaannya dan tetap bisa di gunakan oleh manusia dalam ruang publik kehidupan. Dengan adanya reboisasi tersebut, hutan akan semakin tetap hidup. Selain itu, dengan adnaya reboisasi, hutan akan kembali menghijau dan terus menghijau dan akan menjadi lestari dan bersih.

Memanfaatkan Hasil Hutan

Tidak asing lagi bagi kita melihat hasil hutan yang dijual bebas di seluruh dunia. Ada yang dibentuk menjadi busana yang fashionable, alat masak hingga alat makan, kosmetik bahkan makanan dan sirup. Itu semua dapat dinikmati dan sangat ramah juga. Seperti yang dipamerkan dalam kegiatan Forest Talk With Blogger yang diselenggarakan oleh Yayasan Doktor Sjahrir dan The Climate Reality Project bertepatan dengan susana hari bumi. Dalam pamerannya, mereka menggandeng pengrajin hasil hutan ini, ada tengkawang yang dapat diolah menjadi mentega, kosmetik bahkan sabun, kemudian ada pula madu, abon dan masih banyak lagi. Ternyata, setelah ditelusuri, hasil hutan sangat banyak dan bisa menjamin kebutuhan sehari-hari. Hanya saja kita belum akrab dan terbiasa dengan produk-produk konvensional. Nah, bisa dibayangkan kalau hutan tidak ada, oksigen sulit, bencana mendekat, hasil hutan seperti madu, kopi, abon dan lainnya tak mungkin bisa dinikmati. 

Beberapa produk hasil hutan


Sebagai awam, masyarakat Indonesia memang sangat membutuhkan hutan bahkan hutan bisa menjadi tempat tinggal mereka yang tak terpisahkan. Di sanalah tempat mereka mengadu nasib untuk bertahan hidup. Jika hutannya hilang, maka kehidupan akan berubah bahkan mereka bisa meninggal karena sumber kehidupan kini telah tiada.

Bukankah hutan ini dibutuhkan bersama? 
Lantas apa yang dapat kita lakukan untuk menjaganya? Seberapa penting hutan untuk hidup kita? Jawab dari itu semua sederhana: Merawat hutan layaknya merawat ibu kita. Takkan kita biarkan ia sakit sedikitpun. 

Totebag hasil dari daun asli, salahsatu kreasi dari produk Hutan.

Mengenal Yayasan Doktor Sjahrir dan The Climate Reality Project

Berkenaan dengan hutan, ada beberapa lembaga yang fokus untuk merawatnya bersama masyarakat. Salahsatunya adalah Yayasan Doktor Sjahrir dan The Climate Reality Project. Kedua lembaga ini rutin mengadakan diskusi bersama elemen masyarakat untuk membicarakan masa depan hutan untuk kehidupan masyarakat. April 2019 lalu, mereka hadir menyambangi Kota Pontianak untuk bicara pengelolaan hutan bersama blogger di Pontianak. Hal ini dianggap penting karena kehadiran para blogger ini dapat mengabarkan kepada masyarakat luas bahwa ada cara sederhana yang boleh dilakukan untuk merawat hutan kita agar tetap lestari.



Ingat sekali lagi bahwa hutan merupakan ibu kita yang harus dirawat bersama jangan sampai dia sakit. Kesehatan hutan dan lingkungan adalah tugas kita bersama agar kehidupan manusia di masa depan dapat menjadi lebih baik dari sekarang.

Hutan lestari
Alampun berseri :)

Post a Comment

4Comments

  1. Dan menjaga alam itu juga tanggungjawab kita semua. Usaha-usaha di atas sebenarnya tidak sulit untuk kita lakukan dalam hidup sehari-hari. Nice info Isa :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, mulai dari diri sendiri untuk lebih taat dan mencintai alam

      Delete
  2. saya setuju banget dengan mengurangi tisu dan kertas. kite sebagai blogger harus terus mengkampanyekan pelestarian hutan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul bang, sudah seharusnya seperti itu kan. Makin banyak tisue yang digunakan, maka makin bnyak pohon yang hilang

      Delete
Post a Comment