Selamat Jalan Padre, Martin Siregar

Isa Oktaviani
By -
0



"Apa cerita? Udah kubaca tulisanmu tentang perjumpaanmu dengan Ayu Utami. Tapi bagian cerita masa kecilmu itu kurang kuat, kurang dalam dan kurang tajam. Tulis sajalah lebih blak-blakan lagi. Masih agak takut - takut kutengok kau nulis, hajar saja, taik kucing itu aturan bahasa"


Setiap kali ketemu sama Padre Martin Siregar, beliau memintaku memanggilnya Padre atau Bapa. Sosok yang mulai akrab sejak kami bertemu di Canopy Center tahun 2016 silam. Padre banyak sekali ngasi petuah hidup, mulai dari bagaimana aku bisa jadi perempuan yang lebih berani dan tegas sampai teknik menulis unkonvensionil, menulis tanpa memperhatikan kaidah - kaidah tata bahasa Indonesia. Paling penting adalah pesan yang kuat dari sebuah tulisan itu, tajam dan mudah dipahami. Beliau sendiri sudah menerbitkan 5 buku dengan gaya menulis Unkonvensionil dan sudah dibaca dari rekan - rekan dari seluruh penjuru negeri.



Beliau ini juga selalu memberikan pelukan hangat ketika kita berjumpa karena sekian lama tak bertemu. Ngomongnya asal nyablak tapi orangnya sangat baik, cerdas dan dicintai banyak orang. Sosok riang dan sangat mudah dekat sama banyak orang, entah itu anak - anak, remaja bahkan orang berumur. Semua generasi dan golongan dilibas sama dia dan pasti sangat dekat.

Sosok yang selalu bangga kepada anak semata wayangnya, Jati yang dapat beasiswa kuliah di Yogyakarta dan terus menceritakan romansa kasih bersama Tante Ida di rumah mereka di Sanggau sana. Setiap bertemu, selalu ada saja cerita lucu dan kita tak berhenti tertawa. Berjumpa Padre selalu menyenangkan. Setiap melipir ke Pontianak, pasti bertemu, ngga pernah absen.

Tapi, hari minggu tanggal 17 Oktober 2021, Padre kecintaan kami semua tepat pukul 16.00 pergi untuk selamanya, meninggalkan kami semua karena Tuhan lebih sayang kepadanya. Kami semua tak percaya dengan kabar ini karena terlalu mendadak, udah lama sekali tak berkabar dan kini tiba - tiba dapat kabar duka. Grup - grup yang mengenal beliau mengabarkan kepergiannya, satu persatu teman yang aku kenal mulai chat aku menanyakan kebenaran berita itu. Iyaa, Bapak Unkonvensionil kita sudah pergi, dia sudah abadi bersama Bapa di Surga.

Aku bahkan belum sempat menyelesaikan buku yang sudah ditunggu - tunggu sama beliau, dari dulu didesak untuk aku tulis tapi sampai sekarang belum juga aku selesaikan. Padre, aku pasti menyelesaikannya, tapi Padre sudah tak bisa lagi edit tulisanku. Selamat jalan Padre, doa kami mengiringi kepergianmu. Damai dalam keabadian.





Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)